Rabu, 22 Oktober 2014

Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim





Kawan-kawan, ini adalah mimpi saya pribadi tahun 2014 lalu, setahun sebelum menikah, tadinya saya agak ragu untuk menceritakannya. Tetapi sekarang sudah yakin, semoga jadi manfaat untuk mendorong kawan-kawan yang masih menunda untuk menikah.

Tahun 2014 lalu,
suatu malam, saya bermimpi membonceng teman saya yang bukan muhrim, naik motor untuk menghadiri pengajian. saya muter-muter mencari tempatnya tapi tidak sampe-sampe. Saya tanya orang disuruh puter balik. Saya puter balik dan ikutin jalan sampe ujung, eh malah sampe ketempat yang tadi lagi.

Akhirnya saya berhenti di pinggir jalan, saya turun dari motor dan bertanya ke sekumpulan orang. Mereka berusaha menunjukkan jalan, tapi malah bikin saya tambah kebingungan. Dari belakang mereka, ada seorang kakek yang memperhatikan, kakek itu nyamperin saya lalu berkata :

"maukah kamu saya beritahu supaya kamu cepat sampai ke tujuan?" 

"gimana caranya?".

kakek itu berkata,

"waktu adalah ..... bla bla bla " 

kakek itu berusaha menjelaskan ke saya tentang waktu, tetapi saya malah memotong omongannya dan berusaha menyimpulkannya dengan membuat kalimat sendiri.

kakek itu langsung memotong dan kembali menjelaskan " waktu adalah ....  bla bla bla " diulanginya sampai tiga kali.

Tapi karena saya tidak mau mendengarkan dan berusaha menyimpulkan sendiri saya jadi tidak ingat persis yang ia katakan. yang saya ingat maksudnya kakek itu adalah "Waktu itu adalah urusan Allah, bukanlah kamu yang menentukan."

setelah itu saya terdiam, saya berpikir kakek itu tahu tujuan saya baik, nganterin perempuan ini ke pengajian, tapi caranya salah karena dia bukan muhrim saya.

Tujuannya benar, caranya salah.

Sama seperti saya selama ini. Sebenarnya sudah berniat ingin menikahi dia, tapi belum berani dan masih mengulur-ulur waktu. Saya terlalu mengkhawatirkan waktu tetapi sebenarnya saya belum serius berusaha menikahinya, akhirnya malah saya banyak terjebak berduaan dengan dia yang bukan muhrim saya.

saya langsung spontan bilang ke kakek itu :

'Nikahkanlah saya dengannya'

Kakek itu mengajak saya masuk ke sebuah ruangan. Dia duduk di sebuah kursi dan memegang lengan saya. Cukup lama dia pegang. Kemudian dengan wajah merengut dia berkata ,

"apa engkau benar manusia?" 
"kalau kau benar manusia aku pasti sudah menikahkanmu"

ia menatap saya dengan tatapan yang dalam, dan berkata,

" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "
" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "

berulang-ulang terus ia katakan

saya spontan mengikutinya

" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "
" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "
" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "

sampai saya menangis dan terbangun dengan keadaan masih berkata

" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... " sambil meneteskan air mata.

Saya mikir arti kata
" Ya Ghaffar, Ya Rahman, Ya Rahim ..... "
Ya Rahman, Ya Rahim, saya tahu artinya Yang Maha Pengasih & Maha Penyayang
tapi Ya Ghaffar saya tidak tahu. saya googling dan nemu artinya : Yang Maha Pengampun.

Ya Allah, mungkin selama ini yang menghalangi saya untuk menikah adalah dosa-dosa saya sendiri, sampai dipertanyakan apakah saya manusia atau bukan.
Pertanyaannya bukan
'Apakah kamu seorang muslim atau bukan?'
tetapi  'Apakah kamu manusia atau bukan?'
Sampai ke'Manusia'an saya dipertanyakan. ini benar-benar peringatan yang memukul saya dengan keras. Sudah terlalu banyak alasan yang saya cari-cari, yang saya buat untuk mengulur waktu dan berduaan dengan yang bukan muhrim saya.

Setelah mimpi itu saya bulatkan untuk segera menikah. Waktu itu keadaannya saya belum lulus kuliah dan belum punya pekerjaan tetap. Belum kepikiran biaya nikah, nanti tinggal dimana, nafkahin istri nanti gimana dan lain sebagainya. Saya cuma teringat

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An Nuur: 32)

Beberapa bulan setelah itu saya beranikan diri melamar. Menemui kedua orang tuanya.

Sendirian.
Belum bawa modal apa-apa.
Belum punya pekerjaan.
Hanya bisa bilang
"insya Allah tahun ini bisa menikahinya"

Dan setelah itu berusaha semampu saya mendapatkan pekerjaan dan menjaga jarak dari calon istri saya. Alhamdulillah jalan saya dimudahkan. 2 minggu setelahnya saya diterima kerja. Orang tua yang tadinya mengisyaratkan "nanti aja nikahnya" akhirnya luluh juga. Pihak keluarga calon istri mau mengerti kalau saya hanya dapat memberikan dana yang tidak besar, hanya untuk acara pernikahan yang sederhana.

Pada hari H pernikahan saya pun kaget, ternyata pihak keluarga calon istri menyiapkan tempat yang besar, ada biaya yg bantu dari sana sini. Tempat tinggal kami tadinya mau ngontrak. Tapi di hari ketika mau deal dengan pemilik kontrakan, tiba-tiba cancel. Sore hari di hari yang sama, ayah saya telepon, menawarkan untuk tinggal di rumah kosong miliknya di daerah bogor.  Rumahnya tak besar memang, tak lebih dr 60 meter, dan harus di renovasi dulu krn sudah lama kosong. Akhirnya aku deal dengan ayahku untuk kubeli saja rumah itu. Cicil dengan gaji bulanan. Tanpa bunga tanpa riba.

Ya Allah. Aku rasakan jalannya mulus. Terlalu mulus. Sampai detail-detailnya Allah mudahkan. Pekerjaan, Acara pernikahan, sampai tempat tinggal saya sekarang, semuanya detail benar-benar seperti apa yang dulu saya doakan. Hidup di rumah kecil sederhana dengan wanita yang aku sayang.

Sampai aku sekarang malu berkata 'Kurang'. Kalau istri menanyakan 'kurang ga?' baik dalam hal uang atau makanan. Aku jadi malu berkata 'Kurang', karena aku rasa 'kurang' itu karena kesalahanku sendiri. Dosa-dosaku sendiri, dan seribu alasanku yang enggan memperbaiki diri.

"Malu" , sesuatu yang tanpa sadar dulu sedikit aku miliki. Atau bahkan tak ada.

Tak "Malu" berulang kali berbuat dosa.
Tak "Malu" jalan berduaan dengan yang bukan muhrim.
Tak "Malu" meremehkan shalat.

"Malu" , memanglah 'Manusia' harusnya malu.
Mungkin itu maksudnya si kakek.
"Apakah kamu manusia ?"
Sedang aku dulu tak ada malu.

Malu aku kalau mengingat-ingat dulu Allah menolong. Sempurna pula pertolongannya. Padahal terbatas ikhtiarku, sedikit modalku. Alhamdulillah, sekarang kalau ingat kata "Allah" ada rasa tertunduk malu. Aku hanyalah hamba yang kecil. Ampuni dan rahmatilah ya Allah, ya Ghaffar, ya rahman, ya rahim.

Begitulah kawan-kawan kisahnya. Sampaikanlah, semoga bisa jadi dorongan untuk segera menikah. Semoga bermanfaat.


3 komentar :

Unknown mengatakan...

masya allah.. semoga allah , melancarkan rezeki untuk anda... terima kasih sudah berbagi pengalaman

Unknown mengatakan...

Inspirasi buat yang lain terima kasih atas amalannya

Muhammad faisal abidin mengatakan...

Alhamdulillah sy setelah membaca artikel ini dan sy langsung mempraktikannya...
Subhanallah... amalan itu sungguh luar biasa, di awal 2019 sy di pertemukan dengan seorang wanita solehah, dalam tempo kurang dari 1 tahun sy sudah melamar dan di akhir desember 2019 saya melangsungkan pernikahan...
Padahal dl sy sering gagal dakam membina hubungan, setelah membaca artikel ini, dan saya mengamalkannya, alhamdulillah allah buka kan pintu rahmat buat saya...
Trimaksh atas amalannya....
Semoga allah melindungi kita semua.
Amin yaa robb....

Posting Komentar

Mari berkomentar dengan baik, benar, dan sopan :D

 
;